
SEMARANG – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Tengah, melalui Analis Kekayaan Intelektual Ahli Muda Tri Junianto, turut serta dalam rapat pembahasan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Kota Semarang yang digelar di Gedung Dekranasda Kota Semarang, Senin (25/8). Rapat tersebut membahas filosofi, prioritas KIK, serta fasilitasi pendaftaran merek bagi pelaku UMKM.
Kegiatan ini juga dihadiri Ketua Dekranasda Kota Semarang, Sanas, yang berperan aktif dalam diskusi mengenai penyusunan prioritas KIK dan dukungan fasilitasi bagi UMKM. Kehadiran Sanas menegaskan komitmen Dekranasda dalam mengawal perlindungan hukum sekaligus pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya Semarang.
Dalam rapat, disepakati bahwa penetapan KIK harus didasarkan pada filosofi, bukan sekadar tampilan visual. Filosofi pluralisme dan humanisme menjadi pijakan utama dalam merumuskan budaya khas Semarang.
"Kekayaan Intelektual Komunal tidak boleh hanya dipandang dari sisi bentuk luar, tetapi harus memiliki makna filosofis yang kuat agar benar-benar mencerminkan identitas budaya masyarakat Semarang," ujar Tri Junianto.
Terkait pendampingan UMKM, Pemerintah Kota Semarang bersama Bank Jateng menargetkan fasilitasi 100 merek UMKM dengan biaya terjangkau Rp500 ribu per merek. Mekanisme pendaftaran akan dilakukan cepat, dengan tahapan mulai dari pengumpulan berkas, pendampingan, hingga unggah dokumen dalam dua hari. Setiap pelaku UMKM diwajibkan menggunakan akun pribadi untuk menjamin tanggung jawab hukum.
Selain itu, rapat juga menyoroti permasalahan kepemilikan atas lagu dan tari "Semarang Hebat" yang belum dimiliki Pemkot, serta pentingnya menguatkan akulturasi budaya Semarang yang berasal dari lima kebudayaan besar. Penetapan filosofi dinilai krusial untuk mencegah konflik antar komunitas budaya di kemudian hari.
Dari hasil pembahasan, ditetapkan 20 KIK Komunal Semarang yang akan segera diajukan pendaftarannya, antara lain Batik Asem Arang, Merak Semawis, Kopyah Alfiah, Lumpia, Tahu Gimbal, Roti Ganjel Rel, hingga Warak Ngendog. Namun, untuk Warak Ngendog, pembahasan lebih lanjut masih diperlukan karena adanya kompleksitas dengan komunitas budaya.
Sebagai langkah awal, Dekranasda akan memprioritaskan pendaftaran Batik Asem Arang dan Merak Semawis, dengan melibatkan pengrajin lokal Gunungpati dan dukungan akademisi dari ISI Solo. FGD lanjutan dijadwalkan pada Oktober mendatang untuk memfinalisasi filosofi, daftar KIK, dan teknis pendaftaran.
“Kami siap mendukung penuh fasilitasi pendaftaran KIK maupun merek UMKM. Harapannya, produk-produk khas Semarang tidak hanya terlindungi secara hukum, tetapi juga mampu meningkatkan daya saing ekonomi masyarakat,” tegas Tri Junianto.
Melalui sinergi antara Kanwil Kemenkum Jateng, Pemkot, dan Dekranasda Kota Semarang, upaya menjaga warisan budaya sekaligus memperkuat sektor ekonomi kreatif diharapkan berjalan semakin optimal.
