
SEMARANG - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Tengah menerima kunjungan akademisi Program Pasca Sarjana Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Zulvia Makka, dalam rangkaian diskusi ilmiah terkait perlindungan hukum merek, khususnya fenomena pendaftaran merek dengan membonceng reputasi merek terkenal. Pertemuan berlangsung di Kanwil Kemenkum Jateng, Kamis (11/9).
Kunjungan diterima oleh Analis Kekayaan Intelektual Ahli Muda, Tri Junianto, yang menjelaskan peran strategis merek dalam dunia usaha. Menurutnya, merek tidak hanya berfungsi sebagai pembeda barang dan jasa, tetapi juga memiliki nilai ekonomi, reputasi, dan citra yang dibangun melalui promosi maupun konsistensi mutu produk.
Dalam diskusi diungkapkan bahwa penentuan keterkenalan suatu merek harus mempertimbangkan pengetahuan umum masyarakat di bidang usaha bersangkutan, reputasi hasil promosi besar-besaran, hingga bukti pendaftaran di berbagai negara.
“Ketika sebuah merek telah terkenal, maka fungsinya meluas, bukan hanya sebagai pembeda, tetapi juga modal atau goodwill dalam memenangkan pasar,” jelas Tri Junianto.
Zulvia Makka menyoroti fenomena persaingan usaha tidak sehat, salah satunya praktik mendompleng reputasi merek terkenal oleh produsen yang beritikad tidak baik. Praktik ini biasanya dilakukan dengan cara meniru atau memiripkan merek yang sudah memiliki reputasi, baik dari segi bentuk, cara penempatan, penulisan, penampilan keseluruhan, hingga persamaan bunyi. Tindakan tersebut dinilai sebagai bentuk persaingan curang yang melanggar etika bisnis, norma kesusilaan, maupun hukum.
“Persaingan curang dalam konteks merek dapat menimbulkan kerugian besar, baik bagi pemilik merek asli maupun konsumen. Oleh karena itu, diperlukan penegakan hukum yang konsisten agar reputasi dan nilai ekonomi sebuah merek tetap terlindungi,” tambah Zulvia.
Melalui diskusi ini, diharapkan lahir pemahaman lebih luas mengenai pentingnya pendaftaran merek yang sehat dan berintegritas, serta perlunya kewaspadaan terhadap praktik-praktik curang yang merugikan dunia usaha dan menghambat terciptanya iklim bisnis yang fair.
