
SEMARANG - Penyuluh Hukum Madya Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah, Lilin Nurchalimah mengatakan pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bukan untuk membatasi kritik masyarakat. Menurutnya, menghina berbeda dengan menkritik.
"Yang dimaksud dengan menghina adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan atau citra pemerintah atau lembaga negara, termasuk menista atau memfitnah," katanya saat menjadi Pembina Apel Pagi di Halaman Kantor Wilayah, Jumat (25/08).
"Sementara Kritik, dilakukan dengan menggunakan pilihan kata yang tidak menyinggung perasaan, sopan dan bijaksana. Tetapi, tetap tidak mengurangi ensensi kritiknya, jadi menghina dan menkritik itu sudah beda," tambahnya.
Lilin menjelaskan, pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden merupakan hak hukum setiap orang untuk melindungi harkat dan martabatnya.
Lilin juga menambahkan pasal ini sebagai penegas batas yang harus dijaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab.
"Kalau kebebasan yang sebebas-bebasnya itu bukan kebebasan. Saya kira kita harus ada batas-batas yang harus kita jaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab," pungkasnya.
Hadir dalam kegiatan apel pagi, Pimti Pratama, Pejabat Administrator, Pengawas, Fungsional, Pelaksana, PPNPN, dan Mahasiswa magang Kantor Wilayah.
