
BALI - Sarasehan Nasional Kekayaan Intelektual Komunal dengan tema "Pengembangan Ekonomi Wilayah dan Pelestarian Budaya Melalui Kekayaan Intelektual Komunal" di Hotel Four Points by Sheraton Bali yang diinisiasi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) memasuki hari kedua, Kamis (14/09).
Dalam pelaksanaan, sarasehan beberapa menghadirkan Narasumber yang sangat luar biasa.
Pembicara pertama, Direktur Teknologi Informasi DJKI, Dede Mia Yusanti menyampaikan bahwa setiap KI Komunal yang ada di Indonesia agar diinventarisir dan dicatatkan ke dalam database DJKI untuk pemantauan dan perlindungan. Pendaftaran KIK juga berfungsi untuk meningkatkan promosi dan pemasaran.
Narasumber kedua dari Bappenas, R.M. Fewo Broto Joko, membawakan materi mengenai "Kebijakan Pemanfaatan Ekonomi KIK dalam Membangun Ekonomi di Wilayah".
Sementara, istri Gubernur Bali, Ni Putu Putri Suastini Wayan Koster yang juga sekaligus Ketua dekranasda Bali, yang menjadi pembicara ketiga banyak bercerita tentang pengalamannya dalam upaya melindungi serta melestarikan produk-produk warisan budaya Bali, diantaranya tenun endek Bali, tenun ikat Bali, kerajinan perak celuk Gianyar Bali, tenun Grinsing Bali, dan lain sebagainya.
Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Bali, ia terus berupaya mendorong kreatifitas masyarakat agar dapat meningkatkan ekonomi dan pariwisata daerah.
Narasumber selanjutnya, Surip Mawardi, maestro Kopi Gayo menyampaikan tentang manfaat pendaftaran Indikasi Geografis (IG) yang dapat meningkatkan nilai suatu produk.
Menurutnya, dengan IG, suatu produk akan terjaga kualitasnya serta memperoleh kepercayaan dan keyakinan konsumen, bahwa produk IG adalah produk dengan kualitas yang terbaik dibandingkan dengan produk serupa lainnya.
Pada hari kedua ini, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham Jateng, Nur Ichwan masih setia mengikuti jalannya kegiatan sarasehan.
Ia mengungkapkan, Kanwil Kemenkumham Jateng terus berupaya meningkatkan pendaftaran Indikasi Geografis di Provinsi Jawa Tengah.
"Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah terus melakukan inventarisasi potensi Indikasi Geografis yang ada di Provinsi Jawa Tengah," ungkap Nur Ichwan.
"Kami juga melakukan pendampingan secara menyeluruh kepada komunitas atau Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis yang ingin mendaftarkan Indikasi Geografisnya".
"Dan di tahun ini, di Jawa Tengah, kami telah mengajukan mengajukan 2 permohonan Indikasi Geografis, yaitu Batik Tulis Lasem dan Batik Wonogiren," tambahnya.
Sebagai informasi, Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) merupakan Kekayaan Intelekktual yang berupa Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), Pengetahuan Tradisional (PT), Sumber Daya Genetik (SDG) dan Potensi Indikasi Geografis (IG).
Setiap wilayah di seluruh Indonesia memiliki KIK yang harus dilindungi dan dilestarikan keberadaanya. Dengan pemanfaatan dan pengembangan yang tepat, maka KIK akan dapat memberikan peningkatan perekonomian.
