SEMARANG - Meningkatkan jumlah penyelesaian paten dalam negeri merupakan salah satu tujuan pelaksanaan Patent One Stop Service yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal kekayaan Intelektual (DJKI).
Hal tersebut mendorong dilaksanakannya kegiatan asistensi drafting paten yang difasilitasi oleh Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah bertempat di Aula Kresna Basudewa, Rabu (21/02).
Pemeriksa Paten Utama DJKI Faisal Syamsudin menyebut pemohon yang mengikuti asistensi drafting paten dari sejumlah perguruan tinggi dan instansi pemerintah yang berada di Jawa Tengah kali ini mencapai 40 pemohon paten.
“Asistensi ini sangat diperlukan untuk para inventor untuk menyamakan persepsi antara pihaknya dengan pemeriksa," katanya.
"Kadang-kadang apa yang telah mereka tulis belum sesuai dengan kaidah atau peraturan yang telah ditentukan,” sambung Faisal.
Faisal menambahkan kegiatan ini sangat dibutuhkan oleh pemohon-pemohon paten baik di universitas, lembaga penelitian dan pengembangan atau pelaku usaha karena memberikan percepatan penyelesaian paten yang telah diajukan.
“Proses asistensi ini sangat cepat, baik inventor maupun pemeriksa dituntut kerja cepat. Begitu pemeriksa mendapatkan balasan dari inventor, kami dituntut dengan cepat melakukan penelusuran untuk memproses patennya apakah akan diterima atau ditolak,” ujar Faisal.
Menurutnya, kesalahan rata-rata yang dilakukan oleh inventor adalah bagaimana tata cara penulisan klaim pada dokumen paten.
Faisal mengimbau kepada para inventor baik yang telah ataupun akan mengajukan paten untuk memahami dan mengungkapkan pada klaim secara detail.
Sejalan dengan hal tersebut, Andri Sulistyo salah satu pemohon dari Bappeda Jawa Tengah merasa terbantu dengan adanya kegiatan ini.
“Saya sangat terbantu dengan asistensi penyelesaian permohonan paten ini, karena saya sudah dibimbing oleh pemeriksa paten mulai dari penyusunan klaim, deskripsi, hingga paten ini diterima oleh DJKI,” ungkap Andri.
Andri bersama Sudarsono membuat paten sederhana berupa alat pendeteksi longsor portable yang sudah diproduksi dan ditempatkan di desa-desa rawan longsor.
Alat ini disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat dan kearifan lokal sehingga lebih praktis serta terjangkau. Sebagai informasi alat yang diberi nama Elwasi ini juga sudah terdaftar mereknya di DJKI.
“Elwasi merupakan akronim dari Eling (ingat), Waspada, dan Siaga. Ketika ada tanda-tanda longsor, Elwasi akan mengirimkan sirine sehingga warga desa akan melakukan langkah-langkah mitigasi bencana untuk mencegah adanya korban jiwa,” tutup Andri.
